Rabu, 23 Januari 2019

Helium

Helium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang He dan nomor atom 2. Helium tak berwarna, tak berbau, tak berasa, tak beracun, hampir inert, berupa gas monatomik, dan merupakan unsur pertama pada golongan gas mulia dalam tabel periodik. Titik didih dan titik lebur gas ini merupakan yang terendah di antara semua unsur. Helium berwujud hanya sebagai gas terkecuali pada kondisi yang sangat ekstrem. Kondisi ekstrem juga diperlukan untuk menciptakan sedikit senyawa helium, yang semuanya tidak stabil pada suhu dan tekanan standar. Helium memiliki isotop stabil kedua yang langka yang disebut helium-3. Sifat dari cairan varitas helium-4; helium I dan helium II; penting bagi para periset yang mempelajari mekanika kuantum (khususnya dalam fenomena superfluiditas) dan bagi mereka yang mencari efek mendekati suhu nol absolut yang dimiliki materi (seperti superkonduktivitas).
Image result for helium wikipedia



Helium adalah unsur kedua terbanyak dan kedua teringan di jagad raya, mencakupi 24% massa keunsuran total alam semesta dan 12 kali jumlah massa keseluruhan unsur berat lainnya. Keberlimpahan helium yang sama juga dapat ditemukan pada Matahari dan Yupiter. Hal ini dikarenakan tingginya energi pengikatan inti (per nukleon) helium-4 berbanding dengan tiga unsur kimia lainnya setelah helium. Energi pengikatan helium-4 ini juga bertanggung jawab atas keberlimpahan helium-4 sebagai produk fusi nuklir maupun peluruhan radioaktif. Kebanyakan helium di alam semesta ini berupa helium-4, yang dipercaya terbentuk semasa Ledakan Dahsyat. Beberapa helium baru juga terbentuk lewat fusi nuklir hidrogen dalam bintang semesta.

Nama "helium" berasal dari nama dewa Matahari Yunani Helios. Pada 1868, astronom Perancis Pierre Jules César Janssen mendeteksi pertama kali helium sebagai tanda garis spektral kuning tak diketahui yang berasal dari cahaya gerhana matahari. Secara formal, penemuan unsur ini dilakukan oleh dua orang kimiawan Swedia Per Teodor Cleve dan Nils Abraham Langlet yang menemukan gas helium keluar dari bijih uranium kleveit. Pada tahun 1903, kandungan helium yang besar banyak ditemukan di ladang-ladang gas alam di Amerika Serikat, yang sampai sekarang merupakan penyedia gas helium terbesar. Helium digunakan dalam kriogenika, sistem pernapasan laut dalam, pendinginan magnet superkonduktor, "penanggalan helium", pengembangan balon, pengangkatan kapal udara dan sebagai gas pelindung untuk kegunaan industri (seperti "pengelasan busar") dan penumbuhan wafer silikon). Menghirup sejumlah kecil gas ini akan menyebabkan perubahan sementara kualitas suara seseorang.

Di Bumi, gas ini cukup jarang ditemukan (0,00052% volume atmosfer). Kebanyakan helium yang kita temukan di bumi terbentuk dari peluruhan radioaktif unsur-unsur berat (torium dan uranium) sebagai partikel alfa berinti atom helium-4. Helium radiogenik ini terperangkap di dalam gas bumi dengan konsentrasi sebagai 7% volume, yang darinya dapat diekstraksi secara komersial
menggunakan proses pemisahan temperatur rendah yang disebut distilasi fraksional.

Sejarah

Penemuan Ilmiah
Bukti keberadaan helium pertama kali terpantau pada 18 Agustus 1868 berupa garis spektrum berwarna kuning cerah berpanjang gelombang 587,49 nanometer yang berasal dari spektrum kromosfer Matahari. Garis spektrum ini terdeteksi oleh astronom Perancis Jules Janssen sewaktu gerhana matahari total di Guntur, India. Garis spektrum ini pertama kali diasumsikan sebagai natrium. Pada tanggal 20 Oktober tahun yang sama, astronom Inggris Norman Lockyer juga memantau garis kuning yang sama dalam spektrum sinar matahari, yang kemudian dia namakan garis Fraunhofer D3 karena garis ini berdekatan dengan garis natrium D1 dan D2 yang telah diketahui. Menyimpulkan bahwa keberadaan garis ini disebabkan oleh suatu unsur di Matahari yang tak diketahui di Bumi. Lockyer dan seorang kimiawan Inggris lainnya Edward Frankland menamai unsur tersebut berdasarkan nama Yunani untuk Matahari ἥλιος (helios).
Picture of visible spectrum with superimposed sharp yellow and blue and violet lines.
Garis spektrum helium
Pada tahun 1882, fisikawan Italia Luigi Palmieri mendeteksi helium di Bumi untuk pertama kalinya melalui identifikasi garis spektrum D3 helium ketika ia menganalisis lava Gunung Vesuvius.


Sir William Ramsay, penemu helium Bumi
Pada 26 Maret 1895, kimiawan Skotlandia Sir William Ramsay berhasil mengisolasi helium yang ada di Bumi dengan memperlakukan mineral kleveit dengan berbagai jenis asam mineral. Ramsay berusaha mencari unsur argon, tetapi setelah memisahkan nitrogen dan oksigen dari gas yang terlepaskan, ia menemukan garis kuning cerah yang sama dengan garis D3 yang terpantau dari Matahari. Sampel gas ini kemudian teridentifikasikan sebagai helium oleh Lockyer dan fisikawan Britania William Crookes. Helium juga secara terpisah diisolasi dari mineral kleveit pada tahun yang sama oleh kimiawan Per Teodor Cleve dan Abraham Langlet di Uppsala, Swedia, yang berhasil mengumpulkan kandungan gas helium yang cukup untuk secara akurat menentukan bobot atomnya. Helium juga diisolasi oleh geokimiawan Amerika William Francis Hillebrand sebelum penemuan Ramsay ketika ia memperhatikan adanya garis spektrum tak lazim manakala ia sedang menguji sampel mineral uraninit. Walau demikian, Hillebrand mengira bahwa garis spektrum ini disebabkan oleh nitrogen.

Pada tahun 1907, Ernest Rutherford dan Thomas Royds menunjukkan bahwa partikel alfa adalah inti helium dengan pertama-tama mengizinkan partikel ini menembus dinding gelas tabung vakum yang tipis dan kemudian menghasilkan pelucutan dalam tabung untuk kemudian dipelajari spektrum gas yang ada di dalam tabung tersebut. Pada tahun 1908, helium berhasil dijadikan cair oleh fisikawan Belanda Heike Kamerlingh Onnes dengan mendinginkan gas ini ke temperatur kurang dari satu kelvin. Ia mencoba untuk memadatkan gas ini dengan menurunkan temperaturnya lebih jauh, namun gagal karena helium tidak memiliki temperatur titik tripel di mana padatan, cairan, dan gas berwujud dalam kesetimbangan. Salah seoarang murid Onnes, Willem Hendrik Keesom pada akhirnya berhasil memadatkan 1 cm3 helium pada tahun 1926 dengan memberikan tekanan luar tambahan.

Pada tahun 1938, fisikawan Rusia Pyotr Leonidovich Kapitsa menemukan bahwa helium-4 hampir tidak memiliki viskositas pada temperatur mendekati nol mutlak. Fenomena ini kemudian dikenal dengan nama superfluiditas. Fenomene ini berkaitan dengan kondensasi Bose-Einstein. Pada tahun 1972, fenomena yang sama juga terpantau pada helium-3 namun pada temperatur yang lebih rendah dan lebih mendekati nol mutlak oleh fisikawan Amerika Douglas D. Osheroff, David M. Lee, dan Robert C. Richardson. Fenomena superfluiditas yang terpantau pada helium-3 ini diperkirakan berkaitan dengan pemasangan fermion helium-3 untuk membentuk boson, sama dengan analogi pasangan Cooper elektron menghasilkan superkonduktivitas.

Ekstraksi dan penggunaan helium
Setelah operasi pengeboran minyak di Dexter, Kansas pada tahun 1903 yang menghasilkan geyser gas yang tidak dapat dibakar, seorang geolog Kansas Erasmus Haworth kemudian mengumpulkan sampel gas yang keluar untuk diuji komposisinya di Universitas Kansas di Lawrence dengan bantuan kimiawan Hamilton Cady dan David McFarland. Ia menemukan bahwa gas tersebut terdiri dari (berdasarkan volumenya) 72% nitrogen, 15% metana (hanya dapat terbakar dengan kandungan oksigen yang cukup), 1% hidrogen, dan 12% gas yang tak teridentifikasi. Dalam analisis lebih lanjut, Cady dan McFarland menemukan bahwa 1,84% sampel gas tersebut adalah helium. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa walaupun helium secara keseluruhannya sangat langka di Bumi, zat ini terkonsentrasi dalam jumlah yang besar di dalam Dataran Amerika dan dapat diekstraksi sebagai hasil samping gas alam.

Penemuan ini kemudian menjadikan Amerika Serikat sebagai penyuplai gas helium terbesar di dunia. Mengikuti saran Sir Richard Threlall, Angkatan Laut Amerika Serikat mensponsori tiga pabrik helium eksperimental semasa Perang Dunia II. Tujuannya adalah untuk mengisi balon penghalang menggunakan gas yang tidak terbakar dan lebih ringan dari udara. Total 5.700 m3 gas dengan komposisi 92% helium berhasil dihasilkan dari program ini. Sebagian dari gas ini kemudian digunakan dalam kapal udara berhelium pertama milik Angkatan Laut AS, C-7, yang memulai penerbangan perdananya dari Hampton Roads, Virginia, ke Bolling Field di Washington, D.C., pada 1 Desember 1921.

Walaupun proses ekstraksi menggunakan pencairan gas temperatur rendah tidak sempat dikembangkan untuk digunakan semasa Perang Dunia I, produksi helium terus dilanjutkan. Helium utamanya digunakan sebagai gas pengangkat pada kapal udara. Permintaan atas gas helium meningkat semasa Perang Dunia II. Spektrometer massa helium juga sangat vital dalam proyek bom atom Manhattan.

Pemerintah Amerika Serikat mendirikan Cadangan Helium Nasional pada tahun 1925 di Amarillo, Texas dengan tujuan menyuplai helium kepada kapal udara militer AS pada saat perang dan kapal udara komersial pada saat damai. Karena embargo militer AS terhadap Jerman yang melarang penyuplaian helium, LZ 129 Hindenburg dan zeppelin-zeppelin Jerman lainnya terpaksa menggunakan hidrogen sebagai gas pengangkat. Penggunaan helium setelah Perang Dunia II menurun, namun cadangan helium diperbesar pada tahun 1950-an untuk memenuhi suplai helium cair sebagai cairan pendingin yang diperlukan untuk membuat bahan bakar roket oksigen/hidrogen semasa Perang Dingin dan Perlombaan Angkasa. Jumalh helium yang digunakan Amerika pada tahun 1965 delapan kali lebih tinggi daripada puncak penggunaannya semasa era peperangan.

Setelah adanya "Helium Acts Amendments of 1960" (Public Law 86–777) (Amendemen Akta Helium 1960), Biro Pertambangan Amerika Serikat menunjuk lima pabrik pengilangan swasta untuk mengekstraksi helium dari gas alam. Dalam program ini, pipa sepanjang 684 km dibangun dari Bushton, Kansas ke ladang gas milik pemerindah dekat Amarillo, Texas. Campuran helium-nitrogen yang dikirim kemduain disimpan dalam ladang gas tersebut untuk keperluan lebih lanjut.

Sampai dengan tahun 1995, satu miliar meter kubik gas helium telah dikumpulkan, dan Cadangan Nasional Helium AS memiliki hutang sebesar AS$ 1,4 miliar. Hal ini kemudian mendorong Kongres AS untuk melepaskan cadangan helium pada tahun 1996. Akta Privatisasi Helium 1996 ("Helium Privatization Act of 1996") (Public Law 104–273) yang disahkan kemudian menunjuk Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat untuk mulai mengosongkan cadangan tersebut pada tahun 2005.

Helium yang diproduksi antara tahun 1930 sampai dengan 1945 memiliki tingkat kemurnian sebesar 98,3%. Tingkat kemurnian ini cukup murni untuk digunakan dalam kapal udara. Pada tahun 1945, sejumlah kecil helium 99,9% diproduksi untuk keperluan pengelasan. Pada tahun 1949, helium 99,95% mulai tersedia secara komersial.

Dalam sejarahnya, produksi helium Amerika Serikat pernah mencapai 90% produksi helium komersial di dunia, manakala kilang ekstraksi Kanada, Polandia, Rusia, dan negara lain memproduksi sisanya. Pada pertengahan tahun 1990-an, kilang baru di Arzew, Aljazair mulai beroperasi dan menghasilkan helium sebesar 17 juta meter kubik. Jumlah ini cukup untuk memenuhi seluruh permintaan Eropa akan helium. Pada masa yang sama, konsumsi helium AS telah meningkat di atas 15 juta kg per tahun. Pada tahun 2004-2006, kilang produksi helium di Ras Laffan, Qatar, dan Skikda, Aljazair dibangun. Aljazair kemudian menjadi produsen helium kedua terbesar di dunia. Konsumsi dan biaya produksi helium pun terus meningkat. In the 2002 to 2007 period helium prices doubled.

Pada tahun 2012, Cadangan Helium Nasional Amerika Serikat menyimpan 30% helium dunia. Cadangan ini diperkirakan akan habis digunakan pada tahun 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar